- I. PENDAHULUAN
Latar belakang lahirnya undang-undang ini adalah dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Perpustakaan menjadi salah satu wahana pelestarian kekayaan budaya bangsa dan menumbuhkembangkan budaya gemar membaca. Selama ini ketentuan yang berkaitan dengan penyelenggaraan perpustakaan masih bersifat parsial dalam berbagai peraturan sehingga perlu diatur secara komprehensif dalam undang-undang tersendiri. Isi undang-undang perpustakaan mengatur dan menjelaskan hal-hal yang berkaitan tentang perpustakaan.
Undang-undang merupakan sumber hukum tertinggi kedua setelah undang-undang dasar. Sehingga hal di atas dapat dijadikan acuan bagi para pengelola dan tenaga perpustakaan. Akan tetapi, bila dilihat kembali Undang-undang No.43 Tahun 2007 Tentang Perpustakaan, masih agak sulit untuk menjadikannya sebuah acuan utama dalam penyelenggaraan perpustakaan di Indonesia. Hal ini disebabkan, karena sampai saat ini, Peraturan Pemerintah yang mendukung Undang-undang itu masih belum banyak yang terwujud bahkan mungkin di daerah masih belum ada Peraturan Daerah yang mendukung undang-undang itu.
Berdasarkan hal di atas, maka, dalam makalah ini akan membahas review Undang-undang no. 43 tahun 2007 Tentang Perpustakaan. Hal ini perlu dilakukan untuk mengetahui sejauh mana undang-undang ini sudah diimplementasikan dan untuk meninjau kerja pemerintah menyangkut hal perpustakaan.
II.RINGKASAN ISI
Undang-undang Republik Indonesia nomor 43 tahun 2007 tentang perpustakaan terdapat 15 bab dan 54 pasal. Bab satu berisi empat pasal yang membahas tentang ketentuan umum dalam perpustakaan. Bab dua berisi enam pasal yang membahas hak-hak masyarakat, kewajiban masyarakat, kewajiban pemerintah pusat, kewajiban pemerintah daerah, kewenangan pemerintah pusat, dan kewenangan pemerintah daerah terhadap perpustakaan. Bab tiga berisi satu pasal tentang standar nasional perpustakaan. Bab empat berisi dua pasal tentang koleksi perpustakaan. Bab lima berisi satu pasal dan tujuh ayat tentang layanan perpustakaan. Bab enam berisi lima pasal tentang pembentukan, penyelenggaraan, serta pengelolaan dan pengembangan perpustakaan. Bab tujuh berisi sembilan pasal tentang jenis-jenis perpustakaan dan membahas tugas dan tanggung jawab perpustakaan tersebut. Bab delapan berisi sembilan pasal tentang tenaga perpustakaan, pendidikan, dan organisasi profesi perpustakaan. Bab sembilan berisi satu pasal dan dua ayat tentang sarana dan prasarana perpustakaan. Bab sepuluh berisi tiga pasal tentang pendanaan perpustakaan. Bab sebelas berisi dua pasal tentang kerja sama dan peran serta masyarakat terhadap perpustakaan. Bab dua belas berisi empat pasal yang membahas tentang pembentukan dan tugas dewan perpustakaan. Bab tiga belas berisi empat pasal tentang pembudayaan kegemaran membaca. Bab empat belasa berisi satu pasal dan dua ayat yang membahas ketentuan sanksi. Bab lima belas berisi dua pasal yang membahas batas waktu pembuatan peraturan perundang-undangan dan pengesahan undang-undang nomor 43 tahun 2007 perpustakaan.
III. PEMBAHASAN
Undang-undang ini menyebutkan bahwa perpustakaan adalah institusi pengelola koleksi karya tulis, karya cetak, dan karya rekam secara profesional dengan sistem yang baku. Perpustakaan diselenggarakan berdasarkan asas pembelajaran sepanjang hayat, demokrasi, keadilan, keprofesionalan, keterbukaan, keterukuran, dan kemitraan. Pembentukan perpustakaan harus memenuhi syarat perpustakaan yaitu memiliki koleksi perpustakaan, tenaga perpustakaan, sarana dan prasarana perpustakaan, sumber pendanaan, dan memberitahukan keberadaannya ke Perpustakaan Nasional. Penyelenggaraan perpustakaan harus sesuai standar nasional perpustakaan. Standar nasional perpustakaan terdiri atas standar koleksi perpustakaan, sarana dan prasarana, pelayanan perpustakaan, tenaga perpustakaan, penyelenggaraan dan pengelolaan. Perpustakaan memiliki beberapa jenis-jenis perpustakaan yaitu perpustakaan nasional, umum, khusus, sekolah, dan perguruan tinggi. Pengguna perorangan, kelompok orang, masyarakat, dan lembaga yang menggunakan jasa dan fasilitas perpustakaan disebut sebagai pemustaka.
Masyarakat berhak atas layanan dan memanfaatkan fasilitas perpustakaan, mengusulkan keanggotaan Dewan Perpustakaan, mendirikan perpustakaan, dan berperan serta dalam pengawasan dan evaluasi terhadap penyelenggaraan perpustakaan. Masyarakat terpencil atau terisolasi berhak memperoleh layanan perpustakaan secara khusus. Masyarakat yang memiliki cacat atau kelainan fisik, emosional, mental, intelektual atau sosial berhak memperoleh layanan perpustakaan yang disesuaikan dengan kemampuan dan keterbatasan masing-masing. Masyarakat berkewajiban untuk menjaga kelestarian koleksi perpustaakaan dan sumber daya perpustakaan di lingkungannya, mendukung upaya penyediaan fasilitas layanan perpustakaan di lingkungannya, mematuhi seluruh ketentuan dan peraturan perpustakaan, dan menjaga ketertiban, keamanan, dan kenyamanan lingkungan perpustakaan. Masyarakat juga berkewajiban untuk menyimpan, merawat dan melestarikan naskah kuno yang dimilikinya dan mendaftarkannya ke Perpustakaan Nasional.
Pemerintah pusat berkewajiban untuk mengembangkan sistem nasional perpustakaan sebagai upaya mendukung sistem pendidikan nasional. Pemerintah pusat dan daerah berkewajiban untuk menjamin kelangsungan penyelenggaraan dan pengelolaan perpustakaan, menjamin ketersediaan layanan perpustakaan, dan menggalakkan promosi gemar membaca. Pemerintah pusat dan daerah berwenang dalam menetapkan kebijakan dalam pembinaan dan pengembangan semua jenis perpustakaan sesuai lingkupnya, mengatur, mengawasi dan mengevaluasi penyelenggaraan dan pengelolaan perpustakaan sesuai dengan lingkupnya, dan mengalihmediakan naskah kuno yang dimiliki oleh masyarakat untuk dilestarikan dan didayagunakan.
Tenaga perpustakaan terdiri atas pustakawan dan tenaga teknis perpustakaan. Pustakawan harus memenuhi kualifikasi sesuai dengan standar nasional perpustakaan. Tugas tenaga teknis dapat dirangkap oleh pustakawan sesuai dengan kondisi perpustakaan yang bersangkutan. Tenaga perpustakaan berhak atas penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial, pembinaan karier sesuai dengan tuntutan pengembangan kualitas, dan kesempatan untuk menggunakan sarana, prasarana dan fasilitas perpustakaan untuk menunjang kelancaran pelaksanaan tugas. Tenaga perpustakan memiliki kewajiban memberikan layanan prima terhadap pemustaka, menciptakan suasana perpustakaan yang kondusif, memberikan keteladanan, dan menjaga nama baik lembaga.
Pustakawan harus membentuk organisasi profesi dan setiap pustakawan menjadi anggota organisasi profesi. Organisasi profesi berfungsi untuk memajukan dan memberi perlindungan profesi kepada pustakawan. Organisasi profesi berwenang untuk menetapkan dan melaksanakan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga, menetapkan dan menegakkan kode etik pustakawan, memberi perlindungan hukum kepada pustakawan, dan menjalin kerja sama dengan asosiasi pustakawan tingkat daerah, nasional, dan internasional.
Semua lembaga penyelenggara perpustakaan yang tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana yang diatur oleh undang-undang ini dikenakan sanksi administratif. Sanksi administratif diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah. Semua peraturan undang-undang yang diperlukan untuk melaksanakan undang-undang tersebut harus diselesaikan paling lambat dua tahun terhitung sejak berlakunya undang-undang ini.
Manfaat dari undang-undang ini adalah sebagai dasar hukum untuk hal yang berkaitan tentang perpustakaan. Manfaat bagi perpustakaan adalah segala kegiatan atau penyelenggaraan perpustakaan menjadi terjamin di setiap daerah. Sehingga diharapkan tidak ada lagi perpustakaan yang tidak terurus atau yang mengurus bukan pustakawan. Perpustakaan juga diharapkan menjadi semakin berkualitas. Bagi pustakawan undang-undang ini menjamin lahan pekerjaan mereka. Sehingga diharapkan lulusan ilmu perpustakaan atau yang berhubungan dengannya tidak lagi khawatir akan pekerjaan karena perpustakaan harus dikelola oleh pustakawan atau tenaga ahli perpustakaan. Pustakawan juga diberikan jaminan untuk meningkatkan kualitas. Taraf hidup pustakawan juga terjamin dalam undang-undang perpustakaan. Masyarakat atau pemustaka juga terjamin akan ketersediaan informasi. Proses pembelajaran sepanjang hayat bisa terwujud dengan adanya jaminan terselenggaranya perpustakaan. Sehingga penyediaan informasi yang dibutuhkan pemustaka dapat berjalan dengan baik. Pada intinya manfaat dari undang-undang perpustakaan adalah pemerintah dan masyarakat dapat tersadarkan akan pentingnya perpustakaan dan menjadikan perpustakaan sebagai pusat penyedia informasi.
Berdasarkan manfaat undang-undang perpustakaan, kelebihan undang-undang perpustakaan adalah telah mengatur cukup lengkap berbagai hal yang menyangkut pengembangan perpustakaan, anggaran perpustakaan, posisi pustakawan, jaminan taraf hidup pustakawan dan keterlibatan masyarakat serta tanggung jawab pemerintah dalam proses mencerdaskan kehidupan berbangsa seperti yang diamanatkan dalam UUD 1945. Dengan undang-undang perpustakaan, maka, segala aturan dan ketentuan selama ini yang berkaitan dengan penyelenggaraan perpustakaan yang masih bersifat parsial sudah diatur secara lebih komprehensif dalam undang-undang perpustakaan
Namun pasti ada saja kekurangan dalam undang-undang ini. Semisal, undang-undang ini adalah masih belum jelasnya berapa anggaran yang harus dikeluarkan oleh perguruan tinggi untuk perpustakaan. Perpustakaan sekolah/madrasah juga belum diatur siapa yang bisa menjadi kepala perpustakaannya. Penyelenggara perpustakaan khusus tidak dijelaskan dalam undang-undang ini. Perpustakaan digital juga tidak begitu dibahas dalam undang-undang ini. Menurut penulis perpustakaan digital akan semakin berkembang menyesuaikan perkembangan jaman dan kebutuhan pemustaka. Sehingga sangat perlu diatur juga dalam undang-undang ini. Sosialisasi undang-undang ini ternyata juga cukup lambat. Semenjak Undang-undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan ini ditetapkan Lebih kurang setengah tahun vakum, barulah di awal triwulan kedua 2008 ini gaungnya kembali terdengar dimana pemerintah pusat melalui Departemen Pendidikan Nasional di awal bulan April ini baru saja mulai mensosialisasikannya dengan mengirimkan buku Undang-undang tentang perpustakaan tersebut ke semua gubernur, bupati, walikota, dan kepala dinas/instansi di tingkat provinsi, kabupaten, dan kota se Indonesia (Gus Put, Notes facebook). Pemerintah daerah juga cukup lambat dalam mengeluarkan peraturan daerah yang mendukung undang-undang itu. Bahkan masih saja ada daerah yang belum begitu memperhatikan. Masalah anggaran perpustakaan juga masih belum mempunyai porsi yang cukup. Misal untuk perpustakaan sekolah/madrasah yang diwajibkan mengambil 5% dari belanja sekolah. Ternyata belum mampu direalisasikan sampai saat ini.
Menurut penulis, undang-undang no. 43 tahun 2007 tentang perpustakaan memberikan kejelasan dalam penyelenggaraan perpustakaan dan merupakan sumber hukum bagi perpustakaan. Undang-undang perpustakaan juga mengatur penyelenggaraan, pembinaan, dan pembangunan berbagai jenis perpustakaan. Undang-undang perpustakaan juga dapat mmberikan ide, gagasan dan konsep dalam segala sesuatu yg berkaitan dengan perpustakaan Terlepas dari kurangnya sosialisasi dan kepedulian pemerintah pusat, daerah dan masyarakat undang-undang mampu mengangkat derajat perpustakaan di Indonesia. Walau terkesan lamban tetapi undang-undang ini memperkuat posisi, peran dan keberadaan perpustakaan.
Menurut Wakil Ketua Komisi X DPR dari Fraksi Partai Golkar, H. Mujib Rohmat (2007) sekarang perpustakaan sudah menjadi lembaga yang dikukuhkan ke dalam undang-undang. Menurut Janti G. Sujana (2008) dengan disahkannya Undang-undang Republik Indonesia Nomor 43 tahun 2007 tentang Perpustakaan merupakan langkah maju dunia kepustakawanan Indonesia. Namun untuk dapat menikmati kemajuan itu dunia kepustakawanan Indonesia harus bekerja keras dan kompak dalam menghadapi berbagai tantangan yang dihadapi untuk dapat dilaksanakannya undang-undang secara konsekuen dan konsisten. Menurut dosen IPI UIN Sunan Kalijaga Sri Rohyanti Zulaikha (2009) pemberlakuan UU nomor 43 Tahun 2007 tentang perpustakaan memberikan secercah harapan dan angin segar kepada pustakawan dan organisasi profesinya. UU tersebut dapat kita anggap sebagai kebangkitan perpustakaan dan kebangkitan organisasi profesi pustakawan dengan jiwa dan semangat profesionalitasnya dalam mengembangkan perpustakaan dan tentu saja sangat memberikan angin yang sangat segar terhadap kebangkitan perpustakaan perguruan tinggi. Menurut staff UGM Arif (2009) keberadaan UU Perpustakaan secara langsung dan tidak langsung akan memberikan suatu perkembangan dan perbaikan bagi kondisi perpustakaan dan kepustakawanan di Indonesia. Hal ini seiring dengan semakin mantapnya posisi perpustakaan dimana pustakawan mempunyai peran penting dalam pelaksanaan undang-undang tersebut.
IV. PENUTUP
Undang-undang perpustakaan memiliki peran penting dalam penyelenggaraan dan pengembangan perpustakaan di Indonesia. Selain menjadi sumber hukum, UU ini juga dijadikan sebagai acuan dalam penyelenggaraan dan pengembangan perpustakaan di Indonesia. Dengan lahirnya UU ini juga pekerjaan sebagai pustakawan menjadi semakin dihargai. Bukan lagi dianggap sebagai “pegawai buangan”. Terlepas dari kekurangan yang masih ada dalam UU ini dan kurangnya sosialisasi dari pemerintah, kita wajib menjalankan amanah yang ada di UU ini sebagaimana dalam UUD 1945 untuk mencerdaskan anak bangsa.
Banyak generasi muda yang memiliki kemauan yang kuat, terlepas dari kemampuan teknis dan spesialisasi serta jenjang pendidikan formal, karena kemampuan ini bisa diarahkan kemudian, tidak memiliki kesempatan bekerja disektor formal, alias pengangguran. Sementara tenaga pustakawan amat dibutuhkan. Bukankah ini peluang bagus? Dapat dibayangkan, ANDAI di tingkat kelurahan/desa ada 2 kelompok bermain, 2, TK 2 SD, 2 SMP, 2 SLTA, 1 Puskesmas, 1 Masjid, dan di kantor Kelurahan/Desa, masing-masing memiliki 1 perpustakaan, masing-masing membutuhkan (minimal) 1 pustakawan, sudah 13 tenaga kerja yang terserap dan siap profesional. Minimal sebagai tenaga honorer. Masalahnya, siapa yang menggaji mereka? Menurut hemat penulis, yang paling bertanggungjawab adalah DUNIA USAHA. Produk-produk mereka perlu pasar dan konsumen domestik. Konsumen “yang cerdas” adalah konsumen yang berwawasan, berpengetahuan, dan itu output dari hasil belajar di perpustakaan. Mutual simbiosis. Coba doong, dunia usaha, melalui asosiasinya, PUNYA NURANI buat kecerdasan bangsa, ya … kecerdasan konsumen. Jangan asal mau kaya sendiri. Perpustakaan adalah bagian integral dari dunia pendidikan. Pendidikan bagaikan “inti sel” dalam jaringan tubuh manusia. Jika inti sel (SDM) rusak atau lemah, rusak dan lemah juga mental dan moral bangsa ini. Yang namanya manusia, adalah makhluk yang punya kepedulian terhadap nasib sesama. Jika kepedulian sudah tidak ada pada diri manusia, maka dia bukan ……… lagi.
Pustamik, apakah punya UU no 43 thn 2007 yang dapat di download? Apakah dapat dikirim via e-mail? Terima kasih sekali apabila dapat membantu 🙂